CEDERA KEPALA
A.
PENGERTIAN
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa
penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan
dan perlambatan (accelerasi - decelerasi ) yang merupakan perubahan bentuk
dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan
kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak
sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
B.
PATOFISIOLOGI
Otak
dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi.
Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah
ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula
dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh
kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak
25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma
turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada
saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui
proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada
kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat
akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam
keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit / 100 gr.
jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala meyebabkan perubahan fungsi
jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan
udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T
dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Akibat
adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan
tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi .
Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan
arteriol otak tidak begitu besar.
Cedera kepala menurut patofisiologi
dibagi menjadi dua :
1. Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik
(acelerasi - decelerasi rotasi ) yang menyebabkan gangguan pada jaringan.
Pada cedera primer dapat terjadi :
Gegar
kepala ringan
Memar
otak
Laserasi
2. Cedera kepala sekunder
1. Pada cedera kepala sekunder akan timbul
gejala, seperti :
2. Hipotensi sistemik
3. Hipoksia
4. Hiperkapnea
5. Udema otak
6. Komplikasi pernapasan
7. infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang
lain
C. PERDARAHAN YANG SERING DITEMUKAN
1. Epidural Hematoma
Terdapat pengumpulan darah di antara tulang
tengkorak dan duramater akibat pecahnya pembuluh darah / cabang - cabang arteri
meningeal media yang terdapat di duramater, pembuluh darah ini tidak dapat
menutup sendiri karena itu sangat berbahaya.
Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1-2 hari. Lokasi yang paling sering
yaitu di lobus temporalis dan parietalis.
Gejala-gejala yang terjadi :
Penurunan
tingkat kesadaran, Nyeri kepala, Muntah, Hemiparesis, Dilatasi pupil
ipsilateral, Pernapasan dalam cepat kemudian dangkal irreguler, Penurunan nadi,
Peningkatan suhu
2. Subdural Hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan
jaringan otak, dapat terjadi akut dan kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh
darah vena / jembatan vena yang biasanya terdapat diantara duramater,
perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam 48 jam - 2 hari atau
2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa bulan.
Tanda-tanda dan gejalanya adalah : nyeri
kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat, kejang dan udem
pupil
Perdarahan intracerebral berupa perdarahan di
jaringan otak karena pecahnya pembuluh darah arteri; kapiler; vena.
Tanda dan gejalanya :
Nyeri
kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hemiplegia kontra lateral,
dilatasi pupil, perubahan tanda-tanda vital
3. Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan di dalam rongga subarachnoid
akibat robeknya pembuluh darah dan
permukaan otak, hampir selalu ada pad cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala :
Nyeri
kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil ipsilateral dan kaku
kuduk
ASUHAN
KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengumpulan data klien baik subyektif atau
obyektif pada gangguan sistem persarafan sehubungan dengan cedera kepala
tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ
vital lainnya. Data yang perlu didapati adalah sebagai berikut :
1. Identitas klien dan keluarga (penanggung
jawab): nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan,
alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.
2. Riwayat kesehatan :
Tingkat
kesadaran/GCS (< 15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit kepala,
wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi sekret pada
saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang
Riwayat
penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem
persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. demikian pula riwayat
penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.
Riwayat
kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data
subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi prognosa
klien.
3. Pemeriksaan Fisik
Aspek
neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS < 15,
disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang positif,
perubahan nilai tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese.
Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera
kepala meluas sampai batang otak karena udema otak atau perdarahan otak juga
mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX, XII.
4. Pemeriksaan Penujang
·
CT-Scan
(dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui
adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.
·
MRI
: Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
·
Cerebral
Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan
jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
·
Serial
EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
·
X-Ray:
Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
·
BAER:
Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
·
PET:
Mendeteksi perubahan aktivitas
metabolisme otak
·
CSF,
Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
·
ABGs:
Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah
pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial
·
Kadar
Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intrkranial
·
Screen
Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan
kesadaran.
Penatalaksanaan
Konservatif:
·
Bedrest
total
·
Pemberian
obat-obatan
·
Observasi
tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)
Prioritas Perawatan:
1. Maksimalkan perfusi / fungsi otak
2. Mencegah komplikasi
3. Pengaturan fungsi secara optimal /
mengembalikan ke fungsi normal
4. Mendukung proses pemulihan koping klien /
keluarga
5. Pemberian informasi tentang proses penyakit,
prognosis, rencana pengobatan, dan rehabilitasi.
Tujuan:
1. Fungsi otak membaik : defisit neurologis
berkurang/tetap
2. Komplikasi tidak terjadi
3. Kebutuhan sehari-hari dapat dipenuhi sendiri
atau dibantu orang lain
4. Keluarga dapat menerima kenyataan dan
berpartisipasi dalam perawatan
5. Proses penyakit, prognosis, program pengobatan
dapat dimengerti oleh keluarga sebagai sumber informasi.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan yang biasanya muncul
adalah:
1. Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan
depresi pada pusat napas di otak.
2. Tidakefektifnya kebersihan jalan napas
sehubungan dengan penumpukan sputum.
3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan
dengan udem otak
4. Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan
penurunan kesadaran (soporos - coma)
5. Resiko tinggi gangguan integritas kulit
sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
C. INTERVENSI
Tidak
efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
Tujuan :
Mempertahankan
pola napas yang efektif melalui ventilator.
Kriteria evaluasi :
Penggunaan
otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda hipoksia tidak
ada dan gas darah dalam batas-batas normal.
Rencana tindakan :
·
Hitung
pernapasan pasien dalam satu menit.
pernapasan yang cepat dari pasien dapat menimbulkan alkalosis
respiratori dan pernapasan lambat meningkatkan tekanan Pa Co2 dan menyebabkan
asidosis respiratorik.
·
Cek
pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian tidal
volume.
·
Observasi
ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang
dari inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi terperangkapnya
udara terhadap gangguan pertukaran gas.
·
Perhatikan
kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat mengeringkan sekresi /
cairan paru sehingga menjadi kental dan meningkatkan resiko infeksi.
·
Cek
selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya obstruksi dapat menimbulkan
tidak adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak
adekuat.
·
Siapkan
ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan ventilasi yang
adekuat bila ada gangguan pada ventilator.
Tidak efektifnya kebersihan jalan napas
sehubungan dengan penumpukan sputum.
Tujuan :
Mempertahankan
jalan napas dan mencegah aspirasi
Kriteria Evaluasi :
Suara
napas bersih, tidak terdapat suara sekret pada selang dan bunyi alarm karena
peninggian suara mesin, sianosis tidak ada.
Rencana tindakan :
·
Kaji
dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas. Obstruksi dapat disebabkan
pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau masalah terhadap tube.
·
Evaluasi
pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam ). Pergerakan yang simetris dan
suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya
penumpukan sputum.
·
Lakukan
pengisapan lendir dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum banyak.
Pengisapan lendir tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk mencegah
hipoksia.
·
Lakukan
fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuk semua bagian paru
dan memberikan kelancaran aliran serta pelepasan sputum.
Gangguan perfusi jaringan otak
sehubungan dengan udem otak
Tujuan :
Mempertahankan
dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.
Kriteria hasil :
Tanda-tanda
vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial.
Rencana tindakan :
Monitor dan catat status neurologis dengan
menggunakan metode GCS.
Refleks
membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran.
Respon
motorik menentukan kemampuan berespon terhadap stimulus eksternal dan indikasi
keadaan kesadaran yang baik.
Reaksi
pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk menentukan refleks
batang otak.
Pergerakan
mata membantu menentukan area cedera dan tanda awal peningkatan tekanan
intracranial adalah terganggunya abduksi mata.
Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.
Peningkatan
sistolik dan penurunan diastolik serta penurunan tingkat kesadaran dan
tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Adanya pernapasan yang irreguler
indikasi terhadap adanya peningkatan metabolisme sebagai reaksi terhadap
infeksi. Untuk mengetahui tanda-tanda keadaan syok akibat perdarahan.
Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan
tidak menekan.
Perubahan
kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan
menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan tekanan
intrakranial.
Hindari batuk yang
berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan.
Dapat
mencetuskan respon otomatik penngkatan intrakranial.
Observasi kejang dan lindungi pasien dari
cedera akibat kejang.
Kejang
terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang dapat meningkatkan tekanan
intrakrania.
Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.
Dapat
menurunkan hipoksia otak.
Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan
tepat dan benar (kolaborasi).
Membantu
menurunkan tekanan intrakranial secara biologi / kimia seperti osmotik diuritik
untuk menarik air dari sel-sel otak
sehingga dapat menurunkan udem otak, steroid (dexametason) untuk menurunkan
inflamasi, menurunkan edema jaringan.
Obat anti kejang untuk menurunkan kejang, analgetik untuk menurunkan rasa nyeri
efek negatif dari peningkatan tekanan intrakranial. Antipiretik untuk
menurunkan panas yang dapat meningkatkan pemakaian oksigen otak.
Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan
penurunan kesadaran (soporos - coma )
Tujuan :
Kebutuhan
dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.
Kriteria hasil :
Kebersihan
terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi sesuai dengan
kebutuhan, oksigen adekuat.
Rencana Tindakan :
Berikan penjelasan tiap kali melakukan
tindakan pada pasien.
Penjelasan
dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kerja sama yang dilakukan pada
pasien dengan kesadaran penuh atau menurun.
Beri
bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.
Kebersihan
perorangan, eliminasi, berpakaian, mandi, membersihkan mata dan kuku, mulut,
telinga, merupakan kebutuhan dasar akan kenyamanan yang harus dijaga oleh
perawat untuk meningkatkan rasa nyaman, mencegah infeksi dan keindahan.
Berikan
bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.
Makanan
dan minuman merupakan kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi untuk menjaga
kelangsungan perolehan energi. Diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien baik
jumlah, kalori, dan waktu.
Jelaskan
pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan yang aman
dan bersih.
Keikutsertaan
keluarga diperlukan untuk menjaga hubungan klien - keluarga. Penjelasan perlu
agar keluarga dapat memahami peraturan yang ada di ruangan.
Berikan
bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.
Lingkungan
yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan.
Kecemasan
keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.
Tujuan :
Kecemasan
keluarga dapat berkurang
Kriteri evaluasi :
Ekspresi
wajah tidak menunjang adanya kecemasan
Keluarga
mengerti cara berhubungan dengan pasien
Pengetahuan
keluarga mengenai keadaan, pengobatan dan tindakan meningkat.
Rencana tindakan :
·
Bina
hubungan saling percaya.
Untuk
membina hubungan terpiutik perawat - keluarga.
Dengarkan
dengan aktif dan empati, keluarga akan merasa diperhatikan.
·
Beri
penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan dilakukan pada pasien.
Penjelasan
akan mengurangi kecemasan akibat ketidak tahuan.
·
Berikan
kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien.
Mempertahankan
hubungan pasien dan keluarga.
·
Berikan
dorongan spiritual untuk keluarga.
Semangat keagamaan dapat mengurangi rasa
cemas dan meningkatkan keimanan dan ketabahan dalam menghadapi
krisis.
Resiko tinggi gangguan integritas kulit
sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
Tujuan :
Gangguan
integritas kulit tidak terjadi
Rencana tindakan :
·
Kaji
fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk menetapkan
kemungkinan terjadinya lecet pada kulit.
·
Kaji
kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.
·
Berikan
posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah yang menonjol.
·
Ganti
posisi pasien setiap 2 jam
·
Pertahankan
kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab akan memudahkan terjadinya
kerusakan kulit.
·
Massage
dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.
·
Pertahankan
alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.
·
Kaji
daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.
·
Berikan
perawatan kulit pada daerah yang rusak / lecet setiap 4 - 8 jam dengan
menggunakan H2O2.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Doenges M.E. (1989) Nursing
Care Plan, Guidlines for Planning Patient Care (2 nd ed ). Philadelpia,
F.A. Davis Company.
Long; BC and Phipps
WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach
St. Louis. Cv. Mosby Company.
Asikin Z (1991) Simposium
Keperawatan Penderita Cedera Kepala.
Panatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu Napas, Jakarta.
Harsono (1993)
Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada Universty Press
0 komentar:
Posting Komentar